UPAYA PENINGKATAN PENERIMAAN PAJAK
KEMENTERIAN
KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
POLITKENIK
KEUANGAN NEGARA STAN
TANGERANG
SELATAN
Dosen
Pengampu : Eman Sulaeman Nasim
UPAYA
PENINGKATAN PENERIMAAN PAJAK
Diajukan
Oleh:
Vivi
Rahmawati
NPM:
2031160302
Mahasiswa
Program Studi Diploma III Pajak
Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Komunikasi Bisnis
Tahun
2018
Menurut
teori, tidak ada orang di dunia ini yang secara sukarela akan membayar pajak.
Hal ini karena sesuai dengan Undang-undang bahwa manfaat pajak tidak secara
langsung dirasakan oleh masyarakat. Namun, sebenarnya seluruh pelaksanaan
pemerintahan dibiayai oleh pajak. Beberapa manfaat pajak yang dirasakan oleh
masyarakat namun tidak disadari adalah pelayanan kesehatan, pembangunan infrastruktur
dan pendidikan.
Pelayanan
kesehatan yang diperoleh masyarakat melalui rumah sakit maupun puskesmas
sebagian besar dibiayai oleh pajak mulai dari tenaga kesehatan (dokter,
perawat, administrator, apoteker, dll) digaji dari pajak, pengadaan alat-alat
kesehatan dan obat-obatan juga dibiayai oleh pajak. Pembangunan infrastruktur
seperti yang sedang digencarkan didanai oleh hutang Negara maupun oleh pajak,
pembangunan infrastruktur diharapkan dapat memperlancar proses distribusi
barang ke berbagai daerah di Indonesia sehingga dapat mempercepat pertumbuhan
ekonomi dan pemerataan harga. Dari segi pendidikan, tenaga pengajar baik guru
maupun kepala sekolah juga digaji dari pajak, sedangkan sarana dan prasarana
pendidikan seperti gedung, meja, kursi dan buku pelajaran dibiayai oleh pajak.
Begitu besar manfaat pajak yang diterima oleh masyarakat namun mereka tidak
menyadarinya karena sudah terlena dan terbiasa dengan pelayanan yang diberikan
tanpa mempertanyakan darimana asal dana yang digunakan untuk penyelenggaraan
pelayanan dan pengadaan barang publik (public goods) ini.
Berdasarkan postur APBN tahun 2018, target
penerimaan pajak yaitu sebesar 1.618 triliun rupiah yang terdiri dari pajak dan
bea cukai. Pajak menyumbang sekitar 73% total pendapatan Negara. Pendapatan
selain pajak diantaranya dalah PNBP dan Hibah yang masing-masing sebesar 275,4
triliun rupiah dan 1,2 triliun rupiah. Sedangkan deficit anggaran diperkiran
mencapai 2,19%. Realisasi penerimaan pajak hingga akhir November tahun 2018
(kuartal III) yaitu sebesar 1.301 triliun rupiah atau sebesar 80,4% dari target
yang ditetapkan dalam APBN.
Akhir tahun 2018 tinggal didepan
mata sedangkan penerimaan pajak masih kurang 19,6%. Beberapa hal yang menjadi
hambatan dalam penerimaan pajak di Negara berkembang menurut Mills, Linea
(2017) antara lain factor politik internal, factor politik eksternal, batasan
administrasi dan struktur ekonomi. Faktor politik internal berkaitan dengan
pelaksanaan pembuatan undang-undang dimana pemerintah di Negara berkembang cenderung
memihak kepada masyarakat yang memiliki bargaining power yang lebih besar
diantaranya pengusaha-pengusaha besar, sehingga undang-undang yang dibuat akan
menguntungkan pengusaha-pengusaha besar dan merugikan pihak dengan bargaining
power yang lebih lemah. Akibatnya, potensi penerimaan pajak dari
pengusaha-pengusaha besar ini akan hilang.
Faktor
politik eksternal berkaitan dengan perusahaan multinasional dan tax treaty
antara negara pengekspor modal dan pengimpor modal. Negara pengimpor modal
seperti negara berkembang secara otomatis akan melepaskan haknya memungut pajak
karena tax treaty memberikan hak pemajakan kepada negara pengekspor modal.
Batasan
administrasi berkaitan dengan terbatasanya infrastruktur baik dari segi
teknologi informasi, pemahaman wajib pajak dan terbatasnya staff ahli di
daerah-daerah tertentu. Struktur ekonomi di negara berkembang 90% dibentuk oleh
sector informal yang lebih sulit untuk dideteksi sehingga banyak usaha sector
informal yang belum dipajaki secara maksimal.
Untuk
meningkatkan penerimaan pajak dapat dirumuskan beberapa cara diantaranya,
meningkatkan pajak atas perusahaan multinasional, meningkatkan pajak di sector
pertambangan dan ekstraksi (migas), mengurangi insentif pajak terhadap
investor, memajaki sector informal dan meningkatkan formalitas usaha.
Sementara
itu, Direktorat Jendral Pajak juga telah memiliki 5 langkah perbaikan
perpajakan diantaranya melalui AEOI, perbaikan data dan sistem administrasi
perpajakan, pemberian insentif perpajakan, peningkatan kualitas SDM dan
regulasi, dan peningkatan kepatuhan wajib pajak.
Upaya
lain yang dapat ditempuh adalah menurunkan modal minimum pendirian usaha
sehingga semakin banyak pengusaha dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
mempermudah pembayaran melalui e-filling, meningkatkan kepatuhan dan memperluas
basis pajak, memperketat hukum, menurunkan tariff pajak, memperluas basis PPN
dan mengurangi insentif pajak.
Dari
ketiga upaya tersebut, DJP memiliki upaya yang cenderung tidak konvensional
yaitu pemberian insentif namun dari berbagai penelitian insentif pajak tidak
dapat memberikan hasil sesuai dengan yang diinginkan karena pemberian insentif
tidak menarik investor sebagai mana mestinya namun justru memberikan kesempatan
bagi wajib pajak untuk melakukan penghindaran pajak.
DAFTAR PUSTAKA
Mills,
Linea. 2017. Barriers to Increasing Tax
Revenue in Developing Countries. K4D Helpdesk Report. Brighton, UK:
Institute of Development Studies.
Akitoby,
Bernardin. 2018. Raising Revenue. Finance
and Development: 19-21.
Komentar
Posting Komentar